Social Marketing Dari RARE

Dua hari lokakarya dengan RARE ternyata menjadi ajang belajar metode baru. RARE dengan program Pride-nya memperkenalkan metode Social Marketing. Pendekatannya agak berbeda dengan metode lainnya. Metode ini memang dipakai untuk memandu sebuah rencana kegiatan yang terarah, terukur, sesuai dengan sumber daya yang ada. Segmen mana yang akan digarap, tergambar dengan jelas dalam proses. Yang lebih penting lagi adalah monitoring kegiatan agar kegiatan tak jadi kegiatan sesaat.


Sebenarnya lokakarya ini diperuntukkan bagi calon peserta Pride dan sekaligus memperkenalkan program ini ke peserta baru. Karena RARE Indonesia mewakili wilayah yang berbahasa Melayu, maka cakupannya meliputi juga Malaysia, Brunei Darusallam dan Timor Leste. Dalam lokakarya ada dua peserta dari WWF Malaysia yang terlibat. Menurut Putu Sarilani, mungkin tahun depan ada peserta dari Brunei atau Timor Leste.

Tak bisa dipungkiri, pertemuan dengan teman-teman lama pun terjadi. Salah satu nara sumber sekaligus alumni Pride, Agus Wiyono juga teman lama sewaktu di PPLH. Kini Agus yang aktif di Kaliandra Sejati, Pasuruan, aktif melakukan pendampingan masyarakat untuk menyelamatkan salah satu kawasan hutan di Taman Hutan Rakyat Suryo. Secara administratif, Tahura ini mencakup wilayah Malang, Pasuruan, Mojokerto dan Jombang. Dengan ilmu yang diperolehnya selama pendidikan dalam Pride, Agus mencoba mengoptimalkan potensi masyarakat dengan memakai flag species, macan tutul. Awalnya flag species yang dipakai adalah elang jawa. Namun belakangan masyarakat lebih mengidolakan macan tutul. Jadilah boneka macan tutul menjadi maskot dan sering menyambangi sekolah dan even-even di desa-desa dampingan.
Pemakaian flag species bisa menjadi entry point untuk menyampaikan pesan-pesan lingkungan. Ni Putu Sarilani dulu menggunakan maskot ikan napoleon di Togean. Teman-teman lainnya menggunakan maskot enggang, gajah, dan binatang-binatang lain. Bukan hanya binatang, beberapa alumnus pride, juga menggunakan maskot tumbuhan, seperti kaktus. Yang jelas maskot akan menjadi brand bagi usaha pelestarian lingkungan. Dengan maskot macan tutul, sebenarnya Agus tak harus bicara tentang pelestarian macan tutul, tapi bisa bicara tentang air, penanaman pohon, peningkatan pendapatan masyarakat dan kepedulian masyarakat. Hanya, jangan sampai nasib binatang yang dimanfaatkan sebagai maskot terlupakan. Ingat, banteng banyak dipakai sebagai lambang parpol, tapi tak satupun yang peduli dengan keledtariannya.



Previous
Next Post »
Post a Comment
Thanks for your comment