Bertemu Penulis Lanang yang kawan lama

“Karena hidup tidak linier. Hidup itu abu-abu, bukan hitam putih,” ujar Yonathan Raharjo menceritakan pengalamannya ketika editor salah satu penerbit menanyakan tentang gaya penulisan dalam naskah novelnya. Novel terbarunya yang pernah memenangkan penghargaan novel terbaikNovel DKJ 2006, Lanang, memang tidak linier. Novel itu bicara tentang percintaan, rekayasa genetika, thriller, horor dan humor. Yonathan yang memang kawan lama sewaktu di PPLH (Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup), Trawas, bertemu lagi di forum bulanan Kelompok Menulis Bogor. Kali ini pertemuannya dilangsungkan di Rumah Makan Aki Bari di Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup Matoa di Ciapus, Bogor. Kebetulan tuan rumahnya, Budi Hartono, juga kawan lama di gerakan lingkungan. Yonathan sengaja diundang di pertemuan KMB untuk menularkan ilmu kepenulisannya kepada rekan-rekan KMB. Dokter hewan yang aktif di Majalah Infovet ini masih tampil dengan gaya lamanya. Tak beda jauh dengan saat pertama kali bertemu di PPLH dulu. Rupanya ajang KMB kali ini juga menjadi arena nostalgia. Selepas dari PPLH, Yonathan menetap di Jakarta dan aktif menulis. Namun novel Lanang-lah yang mengangkat namanya. Di beberapa milist, novel ini banyak diulas. Mungkin karena ini novel fiksi ilmiah, yang nota bene jarang dijumpai di negeri ini. Padahal tema serupa banyak dijumpai di luar negeri. Ambil contoh saja Jurassic Park atau Relic yang juga sukses diangkat ke layar lebar. Rekan-rekan KMB juga bisa belajar bahwa ide dan genre apa saja bisa saja menjadi bahan tulisan. Tulisan Yonathan juga menjadi menarik karena mengangkat isu lingkungan, pertarungan antara kekuatan pasar yang dimotori perusahaan multinasional atau perusahaan nasional besar dengan teknologi canggihnya dan masyarakat awam yang posisinya seringkali lemah. Isu-isu itu banyak terjadi di masyarakat, namun jarang diangkat dalam bentuk novel. “Mungkin novel bisa jadi salah satu bentuk pendidikan lingkungan,” kata salah satu peserta pertemuan. Di saat mendia lain mulai jenuh, tulisan dalam bentuk narasi mungkin mempunyai nilai lebih. Ingat juga narasi dalam Inconvenvenient Truth-nya Al Gore yang pernah menghipnotis jutaan orang. Terlepas dari urusan pendidikan lingkungan, Novel Lanang patut diacungi jempol karena membuka mata teman-teman bahwa masih ada penerbit buku yang terbuka ide-ide baru, bukan hanya ikut-ikutan tren. Tentu saja semakin beragam ide, semakin banyak pilihan bacaan bagi konsumen. Terima kasih Lanang, eh…Yonathan. Siapa giliran berikutnya?
Previous
Next Post »
Post a Comment
Thanks for your comment