Seni Sebagai Media Konservasi, Boleh Juga

Minggu, 24 Juni 2007, Hall Plasa Senayan riuh oleh pengunjung. Sebuah panggung bertuliskan Kids Fair berdiri tepat di tengah hall. Deretan rak berisi buku-buku Toko Buku Kinokuniya yang menjadi salah satu sponsor acara ini membuat sebagian pengunjung plasa menengok atau sekedar menghampirinya dan membalik-balik buku yang sebagian besar berbahasa Inggris dan Jepang. Tepat di bawah panggung, sebuah flipchart tegak berdiri dengan beberapa lembar kertas berwarna putih besar bergambarkan anak orang utan karikaturial. Di depannya, beberapa bocah asyik menggambar dan mewarnai. Sebagian bahkan selonjoran dengan santainya sambil menggoreskan krayonnya. Orang tua dan kerabat seniman-seniman cilik ini merubung panggung berukuran tanggung itu, memberi semangat, kadang kala membisikkan instruksi yang berlebihan, pada anak-anak kesayangannya.
Lomba menggambar dan mewarnai bertema orangutan ini dilaksanakan oleh Yayasan BOS (Borneo Orangutan Survival) sebagaia salah satu rangkaian acara Kids Fair yang diselenggarakan oleh manajemen Plasa Senayan. Selain BOS, acara ini juga diikuti belasan peserta lainnya seperti WWF dan Periplus. Peserta lomba memang tergolong sedikit. Namun yang lebih menggembirakan bagi saya adalah ternyata media seni juga efektif sebagai alat pencapai misi pelestarian lingkungan. Ini untuk kedua kalinya saya terlibat dengan lomba menggambar dan mewarnai. Kali pertama adalah saat acara Welcome Andalas di Botanic Square, Bogor.
Aktivitas menggambar dan membuat patung, dilombakan atau tidak, ternyata menarik dipakai sebagai media untuk memperkenalkan spesies dan menanamkan kecintaan pada lingkungan hidup. Hal ini dapat dilihat dari antusiasme peserta. Dengan aktivitas ini, peserta diajak mengenal ciri-ciri binatang. Informasi tentang pelestarian dan kepedulian pada lingkunganpun dapat diberikan dengan lebih leluasa dengan media ini. Sambil mencoret-coret gambar, nara sumber bisa bercerita tentang beragam tingkah polah satwa, ancaman kepunahan dan usaha pelestariannya. Sayang rencana untuk membuat lukisan bersama dengan layar raksasa seperti yang sudah direncanakan semula dengan kru BOS, urung dilaksanakan mengingat sempitnya space yang diberikan oleh penyelenggara. Tapi tak apalah, di waktu mendatang mungkin rencana itu bisa diwujudkan. Akan lebih asyik lagi jika Kang Agus juga ikutan dengan patung lempungnya. Mungkin juga lebih meriah dengan story telling dan aktivitas kesenian yang lain.
Previous
Next Post »
Post a Comment
Thanks for your comment