Tiba-tiba saja teringat Pak Slamet Suseno. Pak Slamet memang sudah lama meninggalkan kita semua. Tapi semangatnya masih memberikan inspirasi bagiku. Beliau adalah guru yang tak pernah dekat karena memang berjauhan, dia di Jakarta, aku di Malang. Semacam guru imajiner. Aku juga nggak terlalu mengenalnya dengan baik. Tapi aku banyak belajar banyak dari tulisan-tulisannya yang terbit di Majalah Intisari. Karena terinspirasi beliau aku akhirnya ikut-ikutan nulis di Intisari. Mula-mula susah, tapi akhirnya banyak juga yang dimuat.
Aku sempat kirim surat ke dia, minta masukannya. Dan dengan senang hati, Pak Slamet meluangkan waktunya untuk menulis suat balasan sekalian memberi hadiah panduan menulis feature. Itu satu-satunya kenang-kenangan darinya. Ketemu pak Slamet hanya sekali, satu tahun sebelum beliau menghadap yang kuasa. Rencananya Pak Slamet kami undang sebagai pembicara pelatihan penulisan remaja di Malang. Sayangnya Pak Slamet berhalangan karena usianya yang sudah sepuh tak memungkinkannya bepergian jauh. Hingga saat ini aku masih mengagumi gaya penulisannya yang ringan, jenaka tapi tetap ilmiah.
Selamat Jalan Pak Slamet, semoga istirahatmu tenang.
Aku sempat kirim surat ke dia, minta masukannya. Dan dengan senang hati, Pak Slamet meluangkan waktunya untuk menulis suat balasan sekalian memberi hadiah panduan menulis feature. Itu satu-satunya kenang-kenangan darinya. Ketemu pak Slamet hanya sekali, satu tahun sebelum beliau menghadap yang kuasa. Rencananya Pak Slamet kami undang sebagai pembicara pelatihan penulisan remaja di Malang. Sayangnya Pak Slamet berhalangan karena usianya yang sudah sepuh tak memungkinkannya bepergian jauh. Hingga saat ini aku masih mengagumi gaya penulisannya yang ringan, jenaka tapi tetap ilmiah.
Selamat Jalan Pak Slamet, semoga istirahatmu tenang.