Mana Pesutnya?

Seorang teman pernah mengatakan. Di Samarinda bingung, nggak ada tempat wisata. Untunglah keluhannya tak menyurutkan semangatku untuk mengunjungi Samarinda. Ternyata kekhawatirannya tak terbukti. Meskipun sempat capek karena penerbangan Surabaya-Balikpapan sempat molor 1 jam karena alasan teknis (yang sama sekali tidak profesional. Maklum penerbangan murah), mata rasanya sulit dipejamkan. Sayang untuk tak melongokkan kepala melalui jendela bus selama perjalanan Balikpapan-Samarinda. Jalanan di hiasi dengan hutan kehijauan yang menyejukkan mata. Selepas Balikpapan pemandanganpun digantikan oleh hamparan padang rerumputan dan semak. Bukit-bukit dipancung sebagai “korban pembangunan”, memperlihatkan permukaannya yang merah kecoklatan. Rupanya Kaltim sedang berbenah. Pembangunan di mana-mana. Apalagi sebentar lagi PON 2008 telah tiba.
Sekarang saatnya menelusuri jalanan Samarinda. Ibukota Kalimantan Timur ini memang kalah ramai dengan Balikpapan. Namun memiliki keunikan eksotis yang khas. Moto Samarinda Kota Tepian memang terbukti menarik karena kota ini dilalui oleh Sungai Mahakam. Kantor-kantor pemerintahan yang menghadap sungai raksasa itu nampak unik. Meskipun tak semua bagian kota menghadap sungai, bagian inilah yang benar-benar unik.

Di tepian Sungai Mahakam

Sementara jalanan dipenuhi kendaraan pribadi dan umum, Sungai Mahakam diramaikan dengan perahu-perahu motor dan kapal-kapal besar pengangkut batu bara. Di kejauhan rumah-rumah panggung berjajar di tepian sungai. Pepohonan kehijauan bersemu biru menjadi latar belakangnya. Sementara itu di bibir sungai pedistrian yang lebar memanjakan para pejalan kaki untuk sekedar cuci mata melihat pemandangan unik ini. Para penjual makanan berjajar di tepian jalan menggelar dagangannya tanpa perlu mengganggu pejalan kaki. Pedagang es campur, durian dan lay (yang ini buah khas kalimantan. Bentuknya mirip durian, tetapi daging buahnya kemerahan) dan bahkan telur penyu berselang-seling di tepian mahakam.

Islamic Center

Di kejauhan Islamic Center berdiri megah seolah muncul dari balik pepohonan dari bibir sungai. Tapi sebenarnya bangunan yang konon berkubah emas itu, berada di seberang jalan.


Lamin Etam

Di seberang gerbang dermaga kecil bertuliskan “Bangga Membangun Kaltim”, berdiri megah “Lamin Etam.” Artinya rumah kita. Sebenarnya bangunan itu adalah rumah dinas gubernur. Desainnya merupakan gabungan desain rumah modern dan Lamin Dayak. Atapnya dihiasi ukiran khas dayak lengkap dengan burung enggangnya.

Patung pesut

Tak jauh dari Lamin Etam, di seberang jalan, berdiri patung pesut. Patung raksasa itu menggambarkan 3 ekor pesut yang sedang melompat dari dalam air. Sayang sang pesut asli tak menunjukkan batang hidungnya. Konon lumba-lumba air tawar ini menghuni perairan mahakam. Polusi dan kebisingan yang mengganggu membuatnya terusir jauh ke hulu Mahakam. Kini semakin jarang pesut menunjukkan dirinya. Katanya di Samarinda lebih banyak patung pesut daripada pesutnya sendiri, he…he…he. Jadi kalau pengin liat pesut, liat saja patungnya dan coba membayangkan binatang aslinya.

Jembatan Mahakam

Sungai Mahakam membagi Samarinda menjadi dua bagian. Tak pelak angkutan air menjadi pilihan. Namun angkutan darat ternyata lebih ramai. Jembatan Mahakam menjadi penghubung penting memperlancar arus lalu lintas dari dan ke Samarinda. Meski terlihat sederhana, jembatan ini menjadi penanda kota yang unik. Dari tepi jembatan, kita dapat melihat kesibukan para awak kapal dan nelayan hilir mudik di sepanjang Sungai Mahakam yang kecoklatan. Kata orang, orang akan kembali ke Samarinda jika minum air sungai mahakam. Aku bergumam dalam hati. Tak perlu minumpun, aku pasti akan kembali karena belum kenyang menikmati keunikan kota tepian dan Sungainya yang unik.

Previous
Next Post »
Post a Comment
Thanks for your comment