Industri Kreatif Indonesia Mau Kemana?

Iri juga membaca beberapa artikel tentang perkembangan industri kreatif di Inggris. Pemerintah getol mendukung industri ini karena memang terbukti menciptakan lapangan pekerjaan, menambang devisa dan mengangkat nama bangsa dan negara. Tak heran jika produk Inggris melanglang buana di penjuru dunia. Penyanyi, penulis lagu, pekerja film, desainer, penulis, pelukis, perupa dan berbagai macam pekerja kreatif Inggris lainnya menjamah ranah dunia dengan bangga. Di Indonesia? Lain lagi ceritanya. Di negeri kita, industri kreatif adalah anak tiri. Cerita sukses penjualan lukisan dengan harga gila-gilaan dan citra musik Indonesia yang semata-mata karena buah kerja para pekerjanya, bukan dukungan pemerintah. Tak heran, pemusik kita baru sebatas jadi jago kandang. Memang ada Anggun C Sasmi yang mendunia. Tapi itu karena hasil jerih payahnya sendiri, tanpa dukungan pemerintah.

Kalau mau berkaca pada negara lain, industri kreatif sebenarnya bisa jadi industri bermasa depan cerah. Namun sama nasibnya dengan industri wisata, yang namanya dukungan, sangat langka. Bahkan terkesan industri semacam itu menjadi sasaran pajak dan pungutan liar. Kalau di luar pekerja kreatif mendapatkan fasilitas pelatihan, dukungan pinjaman modal dari bank, worksop, ruang pamer dan promosi ke luar negeri, di sini itu hanya mimpi. Penulis dan ilustrator misalnya, harus berdarah-darah untuk bertahan di industri ini. Vira Basuki pernah bilang,” Royalti buku 10%, tapi pajak penghasilannya 15%”. Saya baru sadar waktu membaca cukilan ungkapannya di sebuah artikel surat kabar. Padahal saya sudah mengalaminya sejak lama.

_Kalau mau belajar dari negara lain, seharusnya industri kreatif bisa jadi penambang devisa, meningkatkan kebanggaan bangsa, dan membuka lapangan pekerjaan baru. Dalam bahasa pemerintah, “bisa mengurangi angka pengangguran”. Tapi kenapa bukan itu yang dipilih? Pekerja kreatifdan pekerja lainnyadipaksa bergulat sendirian. Barulah setelah bukunya mencuat, seperti Ayat-ayat Cinta, barulah sang presiden datang dan menangis. Kita bangga dengan produksi anak bangsa. Tapi kita serahkan saja semuanya kepada mekanisme pasar.

Previous
Next Post »
Post a Comment
Thanks for your comment