Lomba Mendongeng



Para peserta in action

Dahulu kala hiduplah seorang penyihir cilik bersama kucing hitamnya. Suatu hari ia tersandung kucing hitamnya karena ia tak melihatnya. Agar peristiwa itu tak terjadi lagi, maka ia menyihir kucingnya menjadi hijau. Namun, saat sang kucing bermain di halaman berumput, si penyihir tak bisa menemukannya karena warna kucingnya sama dengan warna rumput. Maka ia menyihir kucingnya berwarna-warni. Tetapi saat sang kucing memanjat pohon, si penyihir tak bisa membedakannya dengan burung. Akhirnya sang penyihir mengembalikan warna asli kucingnya. Ia menyihir rumahnya berwarna-warni agar ia bisa melihat kucingnya dengan jelas.

Itu sekilas dongeng singkat dalam acara lomba mendongeng yang diselenggarakan oleh Jaringan relawan 1001 buku. Dongeng itu ditampilkan dengan lucu oleh Taman Baca Fedus. Pemainnya 3 orang bocah. Satu orang sebgai narator dan dua orang peraga, memperagakan kucing dan penyihir. Mereka adalah salah satu dari sekitar 25 peserta lomba mendongeng. Puncaknya akan dilaksanakan di WTC Mangga Dua, Jakarta dalam Olimpiade Taman Bacaan Anak pada hari Minggu, 27 Juli 2008.

Berbagai kisah diceritakan dengan lugu oleh peserta yang sebagian besar anak-anak. Anak-anak ini adalah perwakilan taman bacaan dampingan 1001 buku. Latar belakangnya juga beragam. Bahkan ada yang berasal dari rumah singgah. Ada juga yang karena kesulitan ekonomi orang tuanya, harus putus sekolah. Tapi itu tak menyurutkan niat untuk belajar dan terus membaca. Perlu diacungi jempol bahwa semuanya tampil apa adanya dengan kepercayaan diri yang tinggi, terutama yang tampil sendirian (monolog). Dengan kelucuannya, mereka menyuguhkan hiburan yang segar sekaligus cerdas. Bagaimana misalnya mereka menggambarkan adegan pertarungan hiu dan buaya dalam cerita Surabaya dengan menggunakan boneka, memakai layar bergambar untuk menceritakan suasana kolam, panggung boneka, atau kostum cepat ubah a la masquirate.

Adu permainan

Sumber cerita juga beragam. Dari mitos asal mula kota Surabaya, fabel hingga adaptasi The Wonderful Wizard of Oz. Ada juga yang disisipi kampanye gemar membaca dan minum susu (apa hubungannya? He…he..he). Pemakaian alat bantu yang sederhana namun efektif terbukti mampu menghidupkan suasana. Memang ada beberapa kekurangan. Misalnya pengelompokkan umur yang belum pas. Ada peserta yang terlalu muda sehingga kebingungan saat berada di panggung, meskipun tak lantas merusak jalan cerita. Namanya juga anak-anak. Jadi, bila diberi kesempatan, anak-anak kita bisa tampil all out dan bisa menjadi calon pekerja film atau teater yang handal. Siapa bilang kita pesimis dengan masa depan bangsa ini? Kalau mau serius, tak ada yang tak mungkin terwujud. Salut!

Previous
Next Post »
Post a Comment
Thanks for your comment