Bopeng-bopeng Bangka


Awan tipis mulai tersingkap, mempertontonkan daratan dibatasi lautan luas yang biru. Diantara kehijauan pepohonan, tanah telanjang kecoklatan dipenuhi bopeng-bopeng. Lobang-lobang besar terisi air berwarna putih dan kehijauan. Sungai yang meliuk-liuk diantara kelebatan pepohonan, bermuara di laut, menyemburkan semburat air berwarna kecoklatan. Sangat kontras dengan air laut yang jernih membiru. Selamat datang di Pulau Bangka.

Suka tidak suka, inilah kesan pertama saat mendarat di Bangka. Bopeng-bopeng itu adalah lobang-lobang bekas galian tambang timah. Bekas galian itu belum lagi ditutup. Dan mungkin tak pernah akan ditutup karena biaya rehabilitasi yang dianggap terlalu mahal. Cairan berwarna putih menandakan lobang yang tak begitu dalam alias bekas TI (tambang inkonvensional) atau tambang rakyat. Sedangkan cairan yang berwarna hijau menunjukkan kedalaman lobang yang hanya bisa dilakukan oleh perusahaan tambang. Sedangkan semburat coklat di mulut sungai adalah kandungan sedimen yang terbawa air sungai saat tambang mulai dibuka. Inilah wajah Bangka yang penuh ironi. Kaya tapi penuh persoalan. Pertambangan menghasilkan pendapatan berlimpah, termasuk pertambangan rakyat. Tetapi tambang juga menyisakan persoalan lingkungan yang serius. Lobang-lobang menganga berisi air yang sangat berbahaya, polusi air dan pengeruhan air sungai.

Bangka dan Belitung nampaknya diaugerahi dengan berbagai macam kekayaan alam berlimpah. Pasir kwarsa, timah dan lain-lain. Orang seolah tinggal menggali dengan mudah. Tak heran jika sejak beratus tahun lalu, orang mulai mendiami kepulauan ini untuk menambang. Orang-orang dari daratan sumatera, pulau-pulau lain dan bahkan dari daratan Cina, berlomba-lomba menggali hasil bumi yang seolah tak akan ada habisnya. Kini keturunan mereka masih mewarisi semangat nenek moyangnya. Perusahaan besar meramaikan bisnis menggiurkan ini. Tetapi di sela-sela konsesi perusahaan besar, rakyat kecil masih bertahan dengan pola tradisionalnya. Orang tak segan-segan membongkar rumahnya jika tanahnya mengandung timah. Anak-anak usia sekolah bisa mendapat uang saku berlebih dengan melimbang (menambang timah) hanya selama beberapa jam saja. Tak heran, banyak yang memilih melimbang daripada melanjutkan sekolah. Uang menjadi raja. Bahkan saat polusi dan kualitas lingkungan merosot. Seolah semua lupa, bahan galian tak akan pernah habis. Jika timah dan bahan galian lainnya habis, apa lagi yang tersisa?

Previous
Next Post »
Post a Comment
Thanks for your comment