Serangga-serangga

Kegiatan harian kami setiap pagi selama di SRS adalah berkeliling kandang badak. Panjang pagar pengamannya 4 kilometer. Cukup panjang. Selain dilengkapi arus listrik, pagar itu juga beralarm, untuk keamanan. Jika ada sesuatu atau seseorang yang melintas pagar, alarm akan berbunyi. Pernah malam-malam ketika kami menghabiskan waktu menyusun naskah di kantor, beberapa kali alarm berbunyi. Staf SRS pun sibuk memutari pagar dengan sepeda motor untuk mengetahui penyebab alarm berbunyi. Tetapi setelah berkali-kali alarm dimatikan dan kembali berbunyi, semua tahu jika ada yang tak beres. Benar saja, ternyata ada gangguan sistem alar sehingga alarm terus-terusan berbunyi. Sistem canggih kadang-kadang menyusahkan juga ya?
Jalan-jalan di sepanjang kandang badak sangat damai. Tak ada suara bising. Mata kami dimanjakan dengan kehijauan. Agak aneh juga karena hutan ini sebenarnya hutan skunder, sebagian bekas areal HPH. Tapi terasa alami. Jamur-jamur bermekaran di sela rumput. Kawat pagar dipenuhi dengan kepompong kupu-kupu. Lagi musim serangga, ujar seorang staf. Lalat sekecil semut pun berkeliaran mengerubuti kami. Sebagian masuk ke sela-sela jari dan menggigit hingga mengeluarkan darah. Para petugas mengusir serangga itu dengan membuat api unggun kecil. Asapnya membuat lalat-lalat pengganggu itu tak betah berlama-lama di dekatnya. Ternyata bukan hanya manusia yang menjadi korban “pengeroyokan” serangga, tetapi juga badak. Badak sebenarnya mempunyai mekanisme alami untuk mengusir serangga. Mereka suka berkubang dalam lumpur. Ketika naik ke daratan, lumpur di sekujur tubuhnya mengeras. Serangga pun tak bisa menusukkan mulutnya ke kulit badak. Berbeda dengan anggapan kita selama ini, kulit badak sangat sensitif. Kulit badak sumatera juga lebih halus daripada kulit badak jawa dan badak lainnya. Kulit itu ditumbuhi rambut-rambut panjang dan kaku, menjadikan badak ini badak berambut gondrong. Konon karena rambutnya, badak ini dianggap sebagai kerabat badak berambut wol dari zaman es.Sebenarnya apa warna asli kulit badak? Semula semua mengira warnanya abu-abu. Ternyata salah besar. Ada yang bilang warnanya pink, kata Marcel sambil terkekeh. Tapi warna aslinya memang merah muda kecoklatan. Tak jauh dari pink. Yang selama ini dikira sebagai warna badak adalah warna lumpur yang menempel di tubuh badak. Badak tak pernah tampil dengan warna aslinya karena selalu menutupi tubuhnya dengan “masker lumpur”. Di SRS, warnanya menjadi kehitaman. Usut punya usut, ternyata badak mendapatkan “pigmen hitam” itu karena sering mengusap-usapkan tubuhnya ke pagar kandangnya yang bercat hitam!
Waktu kami sampai di depan kandang Rosa, badak itu masih tiduran. Dia sama sekali mengacuhkan kedatangan kami. Asap perapian yang terletak beberapa meter di depannya membuatnya tak terganggu serangga. Tapi benarkan demikian? Tidak seluruhnya benar. Serangga lainnya seperti caplak, masih dengan santainya berkeliaran di tubuhnya. Seorang staf dengan telaten mencari kutu-kutu itu dan memasukkannya dalam botol air mineral yang kosong. Makluk penghisap darah itu cukup besar. Hampir sebesar laba-laba biasa. Lalat besar pun menclok di atas punggung badak. Luar biasa besarnya. Mungkin lima kali lebih besar dari lalat biasa. Ketika seekor lalat biasa muncul, ia hinggap di atas kepala lalat raksasa itu.
Namun tak semua serangga itu mengganggu. Sebagian menyajikan pemandangan yang menakjubkan. Kupu-kupu yang berwarna hijau muda dan kuning bergerombol di tanah menghisap mineral dengan belalainya yang panjang. Kupu-kupu yang berasal dari kepompong yang bergelantungan di kawat pagar berlistrik itu memenuhi lantai hutan dengan warna warninya yang cerah. Kang Saleh mengabadikannya dengan kameranya. Ketika saya berlari menerobos kawanan itu, tubuh saya segera diselimuti kupu-kupu terbang kaget yang beterbangan ke udara. Tapi sesaat kemudian mereka kembali bergerombol dengan damai di permukaan tanah siap memamerkan keindahan sayapnya.


Previous
Next Post »
Post a Comment
Thanks for your comment